“Jangan Dikanji, Nanti Ndak Jadi Siomay!”

begitulah kira-kira ucapan suami saya waktu saya bilang kalau obat biang keringat itu dibedaki kanji…

Jadi ceritanya Rasydan itu punya kulit sensitif. Kalau cuaca panas, kulitnya langsung ruam-ruam merah, bruntusan, dan saya pikir itu pasti gatel banget. Walaupun anak pinter ini nggak rewel, tapi tangannya sibuk garuk-garuk tangan dan kaki yang ruam merah itu. Anak bayi lain yang biasa pake minyak telon dan bedak biar wangi, tapi ibunya Rasydan cuma bernai ngasih minyak telon karena takut kalo dibedaki malah jadi nutup pori-pori dan nambah ruam.

Sudah berbagi cara kami tempuh. Mulai mandiin pakai Lactacyd Baby (nggak mempan, malah nambah ruam), mandi pakai PK (bubuk yang bikin air mandi jadi ungu, kalsium apaa gitu lupa kepanjangannya — nggak manjur), dan terakhir dikasih Caladine cair (belakangan malah baru tau kalau lagi ruam nggak boleh dikasih — nggak manjur juga). Bapaknya Rasydan sempat berpikir, jangan-jangan obatnya adalah hujan-hujanan *rada nyeleneh*. Saya sebenarnya nggak mengharamkan anak-anak hujan-hujanan. Tapi masak ya masih bayi udah dihujan-hujanin. Paling nggak besok lah kalo udah bisa lari-lari dan bisa dikasih pengertian (“Rasydan boleh ujan-ujanan, tapi harus makan dulu, habis ujan-ujanan langsung mandi kramas pakai air hangat”).

Dibedaki kanji adalah saran pertama yang kami dapat. Namun suami menolak mentah-mentah usul itu. Alasannya..yah..bisa kembali dibaca judulnya, sodara-sodara. Saya sempat googling kesana-kesini. Memang banyak yang menyarankan memberi bedak dari kanji. Tapi ada juga yang mengatakan jangan dikasih kanji, karena kanji kan belum disterilkan, tidak dimaksudkan jadi bedak buat bayi. Gitu deh.. Akhirnya selama beberapa hari ruamnya Rasydan agak terlupakan karena cuaca agak dingin dan turun hujan. Jadi ruamnya Rasydan itu memang cuma kambuh kalau cuaca panas doang. Kalau dingin, kulitnya mulus-mulus aja. Kalo panas, whiii..ngeri deh pokoknyaa.. >_<

Roda kehidupan bergulir dan cuaca pun panas kembali. Balik lagi lah si ruam-ruam merah di kulit Rasydan. Saat itu kepikiran buat diperiksakan ke dokter. Tapi diskusi kami terhenti pada, masak cuma gini doang ke dokter? Anaknya aja nggak rewel kok. Berhentilah sampai disitu dan cuaca kembali dingin lalu ruam kembali hilang.

Pada suatu hari, saya mainan instagram dan nemu onlineshop yang menjual bedak bayi yang mengklaim berasal dari bahan-bahan alami dan bisa menyembuhkan biang keringat. Nah ini dia yang kami cari! Saya baca bahan-bahan kandungannya, ada pati kanjinya! Lah, ternyata bahannya ada kanjinya juga. Harga bedaknya Rp 80.000,- belum termasuk ongkir. Waktu saya cerita ke suami, beliau nampaknya keberatan karena kami pas itu sedang krisis finansial (baca : berada di tanggal tua). Walhasil, bedak bayi mahal itu hanya tinggal kenangan.

Sampai saatnya panas terik matahari kembali muncul dan terjadi selama semingguan. Ruam merah di kulit Rasydan semakin ngeri karena disertai bruntusan sehingga kalau diraba, kulitnya kasar banget kayak parutan. Saya yang selama ini bersubyek sebagai istri yang patuh pada suami, tiba-tiba punya ide yang agak demokratis. Mencoba saran pertama dari dahulu yang diusulkan oleh Utinya Rasydan, simbah bulik, dan setiap orang yang saya temui serta melihat ruam merah di tangan Rasydan : dikasih kanji!

Kami masih punya persediaan kanji sisa membuat nugget. Dengan mengucap basmalah saya ambil dan saya usapkan sedikit-sedikit ke tangan dan kaki Rasydan yang ruam-ruam sambil berharap agar Rasydan tidak berubah jadi siomay. Saya pikir suami bisa berpikiran seperti itu karena kanji yang bercampur keringat bakal jadi adonan kenyal-kenyal. Ternyata enggak! Kanji yang sudah diusap ke tangan dan kaki Rasydan justru membuat tangan dan kakinya kering, nggak keringetan. Lalu kanjinya membuat kulitnya lebih cepat mengelupas (ganti kulit) dan bruntusannya jadi lebih cepat kering! Saya mbatin, halah..kenapa nggak dari dulu aja dikasih kanji kalo berginiii!

Saat itu, saya membedaki kanji di waktu Rasydan mau mandi. Jadi dalam pikiran saya, habis dikanji lalu mandi biar kanjinya nggak kemana-mana dan bikin kotor. Habis mandi, akhirnya saya bedaki kanji lagi namun lebih tipis dari yang sebelumnya. Efeknya seperti bedak, namun nggak bau wangi. Alhamdulillah, sehabis mandi ruamnya sudah hilang, tidak merah, namun masih tersisa bruntusan kecil-kecil sedikit.

Waktu suami sudah pulang, saya pamerkan kulit Rasydan yang saat beliau pergi ke kantor bruntusan dan ruam merah menjadi mulus saat beliau pulang. Saat ditanya “Diapain?” saya jawab, “Pakai kanji, nggak jadi siomay kok! Lha wong kanjinya malah bikin kering dan kulitnya cepet ngelupas” Beliau nampak takjub dan akhirnya mendukung pemakaian kanji untuk mengobati ruamnya Rasydan. Bahkan beliau juga sempat membedaki Rasydan pakai kanji.

Sekarang ruamnya Rasydan masih kambuh kalau panas. Tapi nggak separah yang dulu. Biasanya saya bedaki kanji di pagi dan sore sehabis mandi sehari atau dua hari langsung ilang lagi. Alhamdulillah cocok..hehe..Sebenarnya kanji kurang disarankan oleh beberapa pihak untuk ngobatin ruam. Karena memang kanji itu bukan produk buat bayi. Seperti kita tahu, produk bayi kan dibuat lebih khusus dibanding produk-produk yang ditujukan untuk dewasa. Tapi saya pikir, jika penggunaaannya nggak lama-lama, nggak over, dan hati-hati masih bisa dimaklumi. Tapi jika memang ibu-ibu yang lain merasa euuh untuk memakaikan kanji pada anaknya, solusinya bisa pakai bedak yang harganya Rp 80.000 tadi (bisa beli clodi satu, bok!). Cuma saya sendiri nggak jadi beli, jadi belum bisa kasi masukan beneran manjur apa enggak 😀

4 thoughts on ““Jangan Dikanji, Nanti Ndak Jadi Siomay!”

  1. Alhamdulillah.. andin biasanya merah karena alergi makanan, sementara aku kasih minyak zaitun, mempan juga. bolehlah kapan2 pakai trik kanji ini hehe..

    Like

    • minyak zaitun bisa to, rin?aku malah baru tau..ini barusan pijet di dukun bayi malah dikasi tau jangan pake sabun, mandinya..cuman dilap-lap pake waslap aja..kemarin tak kasih kanji lagi udah nggak mempan soalnya 😦

      Like

Leave a comment